Mamasa, Sulawesi Barat — Aktivis antikorupsi Sulawesi Barat, Andi Irfan, mendesak Bupati Mamasa agar pelaksanaan rotasi dan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah daerah dilakukan secara transparan dan berbasis reformasi birokrasi yang utuh.
Irfan menegaskan, proses mutasi seharusnya tidak hanya bersifat seremonial atau “kosmetik,” melainkan harus benar-benar menempatkan pejabat yang berkompeten, profesional, dan bebas dari masalah hukum maupun temuan audit.
Menurutnya, dua instansi di lingkup Pemkab Mamasa — Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Bidang Keuangan — kerap menjadi langganan temuan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan, kata Irfan, PUPR Mamasa pernah mencatat temuan hingga sekitar Rp15 miliar dalam satu tahun.
“Jika orang-orang yang bermasalah masih ditempatkan pada posisi yang sama, maka saya bertanya: ada apa? Apakah ini hanya pengulangan pola birokrasi lama?” ujar Irfan, Jumat (1/11/2025).
Ia menekankan pentingnya prinsip meritokrasi dalam mutasi jabatan — yakni penempatan berdasarkan kompetensi, kualifikasi, rekam jejak, serta bebas dari konflik kepentingan maupun masalah hukum.
Sebagai dasar hukum, Irfan mengingatkan sejumlah regulasi yang mengatur tata kelola aparatur sipil negara (ASN):
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, yang mensyaratkan kualifikasi pendidikan, kompetensi, dan penilaian kinerja minimal “baik” selama dua tahun terakhir.
PP Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS, yang menegaskan mutasi harus sesuai kewenangan pejabat pembina kepegawaian.
PP Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, yang menempatkan hasil kinerja sebagai dasar utama manajemen ASN.
Selain itu, Kementerian PANRB juga tengah melakukan evaluasi terhadap sistem rotasi dan mutasi pejabat untuk memperkuat sistem merit ASN secara nasional.
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip tersebut, Irfan mendorong Bupati Mamasa untuk mengambil langkah konkret, antara lain:
Mengevaluasi pejabat yang setiap tahun mendapat temuan BPK dan tidak otomatis mempertahankan mereka di posisi strategis.
Menerapkan mekanisme rotasi/mutasi berbasis transparansi, termasuk pemetaan kompetensi dan catatan bersih dari penyidikan atau temuan audit berat.
Menolak praktik titipan politik dan nepotisme dalam birokrasi.
Menjadikan hasil audit sebagai bahan introspeksi untuk memperbaiki tata kelola organisasi, bukan sekadar mengganti pejabat tanpa perubahan sistem.
“Jika reformasi birokrasi hanya berhenti pada jargon tanpa perbaikan nyata, maka pemborosan, korupsi, dan rendahnya kualitas pelayanan publik akan terus berulang. Sekarang saatnya Pemkab Mamasa menunjukkan komitmen nyata,” tegas Irfan.(*)






